Image Widget

Image Widget

Rabu, 01 September 2010

Rumput, Batu, dan Aspal


(hasil copy paste dari tulisan seseorang yang ada sangkutpautnya dengan saya)


Hati ini galau..
Baru beberapa hari yang lalu saya membuat sebuah teori. Tentang bagaimana dua orang berbeda yang pernah bersatu, kemudian terpisah, bertemu kembali, saling menyukai (kembali), dan pada akhirnya bersatu (kembali). Tentang bagaimana proses tersebut saya analogikan dengan rumput, batu, dan aspal.
Memang bukan sebuah analogi yang indah, mengingat saya sedang menggambarkan dua orang yang saling jatuh cinta. Saya sendiri menyadari itu. Tapi bila saya cerna kembali, terutama saat saya sedang sendiri, sungguh tiga benda tersebut dapat menggambarkan sebuah proses yang luar biasa dahsyat dan indah. Tapi ironisnya, tiga benda tersebut sekaligus dapat membuat hati saya tersayat. Sakit, perih, sesak.
Ini semua tentang bagaimana dua orang saling jatuh cinta, namun terpisahkan oleh sebuah jalan setapak tertutup rumput tinggi dan tebal. Satu orang berdiri risau di ujung jalan, dan satu orang lagi menunggu gelisah di ujung lain jalan tersebut. Ingin mereka bertemu. Berpelukan dan saling meluapkan cinta. Apa daya, rumput terlalu tinggi.
Ini semua tentang bagaimana dua orang saling jatuh cinta, namun terpisahkan oleh sebuah jalan setapak tertutup rumput tingi dan tebal. Kekuatan cinta membuat mereka mencari jalan agar bisa saling bertemu. Tanpa kenal lelah, rumput mereka cabuti perlahan. Satu persatu sampai bersih. Rumput hilang, menyisakan tanah basah. 
Ini semua tentang bagaimana dua orang saling jatuh cinta, namun terpisahkan oleh sebuah jalan setapak yang tak lagi tertutup rumput tinggi dan tebal, namun penuh tanah basah yang akan mengotori langkah mereka saat bertemu.Kekuatan cinta membuat mereka berusaha. Tanpa kenal lelah, satu persatu mereka letakkan batu-batu kecil sampai tanah basah tertutup. Tanah basah hilang, menyisakan hamparan batu.
Ini semua tentang bagaimana dua orang saling jatuh cinta, namun terpisahkan oleh sebuah jalan setapak yang tak lagi tertutup rumput tinggi dan tebal, ataupun tanah basah. Namun di hadapan mereka kini terhampar batu-batu kecil yang akan melukai kaki mereka saat melewatinya. Kekuatan cinta membuat mereka mau bekerja keras. Tanpa kenal lelah, mereka tutup hamparan batu dengan aspal. Hamparan batu hilang, menyisakan jalan setapak yang kini mulus.
Tak ada lagi rumput penghalang. Jalan mereka kini terbuka. Tak ada lagi tanah basah yang akan mengotori langkah mereka. Jalan mereka kini indah. Tak ada lagi hamparan batu yang akan menyakiti. jalan mereka kini membahagiakan.
Sampai disini saya sempat terdiam. Saya sempat memandangi telepon genggam saya selama beberapa saat, menggerakkan jari-jari saya di atas tombol-tombol yang ada.
Bahkan telepon genggam pun membuat saya terdiam. jari-jari membawa saya memandangi dua buah foto secara bergantian dalam waktu yang cukup lama. Memandangi foto yang bahkan tak ada sosok saya di dalamnya.
Kenapa saya masih menyimpannnya?
Saya tidak tahu..
Apakah rumput sudah tercabut habis?
Saya tidak tahu..
Apakah batu-batu sudah diletakkan?
Saya tidak tahu..
Apakah jalan sudah diaspal?
Saya tidak tahu..
Saat ini saya hanya berharap tiba-tiba muncul sebuah gunung es menjulang tinggi di tengah-tengah jalan mereka. Dingin, sulit didaki, dan tak bisa diluluhlantakkan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar